Daftar Isi [ Buka ]
Sebelum membahas bagaimana tatacara sholatnya perempuan yang mengalami
keputihan, terlebih dahulu marilah kita mempelajari beberapa bahasan awal
agar kita mendapatkan pemahaman yang menyeluruh tentang apa itu keputihan
dan bagaimana hukum-hukum yang berkaitan dengannya.
Pada bahasan sebelumnya kita sudah mempelajari perihal darah yang keluar
dari rahim perempuan dan hukum-hukum yang terkait dengannya. Kali ini kita akan
belajar perihal
keputihan dan cairan yang keluar dari farji (alat kelamin) serta hukum-hukum fikih yang
terkait
A. Pengertian Keputihan
Keputihan adalah getah atau cairan yang keluar dari farji, yang ditimbulkan
oleh jamur. Dalam ilmu Kedokteran disebut jamur candida.
Kelembaban dan kehangatan area farji, merupakan lingkungan yang ideal untuk
pertumbuhan dan berkembang biaknya jamur. Getah atau cairan yang ditimbulkan
keputihan berwarna putih, kental, keruh dan kekuning-kuningan. Biasanya
rasanya gatal, membuat farji perempuan meradang dan luka.
B. Penyebab Keputihan
Penyebab timbulnya keputihan di antaranya:
- Menopause. Yaitu masa yang sudah tidak keluar haidl, sebab dengan aktif keluar haidl, ada cairan yang selalu membasahi dinding farji dan mempertahankan farji tetap segar dan sehat.
- Pil penghambat atau penyubur kehamilan. Hal ini disebabkan, pil tersebut mempunyai efek mengurangi ketahanan pelindung farji dari infeksi jamur.
- Efek dari kontrasepsi dari rahim.
- Stres.
- Celana yang terbuat dari nilon.
- Celana ketat.
- Sabun bubuk pembersih.
C. Cara Mengobati Keputihan
Cara pengobatan Keputihan di antaranya:
- Mendatangi dokter atau klinik khusus.
- Ramuan-ramuan alami. Seperti merendam + 8 butir bawang putih dalam air cuka selama dua hari sampai minyak bawang terurai. Kemudian ambil satu sendok makan dan campur dengan + setengah liter air. Gunakan dua hari sekali dalam satu minggu untuk pembersihan farji.
Adapun untuk perlindungan diri dari keputihan dapat melakukan hal-hal
berikut, diantaranya:
- Memelihara kesejukan daerah genital (sekitar farji).
- Menjaga kebersihan.
- Mencuci pakaian dengan air mendidih tanpa sabun.
- Menjauhi aktifitas secara berlebihan.
D. Keputihan, apakah termasuk darah Haidl ?
Dalam kitab fiqh dijelaskan bahwa: haidl adalah darah yang keluar dari urat
(otot) yang pintunya terdapat pada penghujung uterus (pangkal rahim) yang
mempunyai warna, sifat dan warna khusus. Sedangkan istihadloh adalah darah
yang keluar dari urat di bawah uterus (adna al-rohmi) di luar masa
haidl.
Dengan demikian getah farji dan keputihan bukanlah darah haidl dan
istihadloh, karena keluar dari luar anggota tersebut, yang dalam istilah
fiqh disebut ruthubah al-farji (cairan farji)
Adapun hukumnya sebagai berikut:
- Bila keluar dari balik liang farji (anggota farji bagian dalam yang tidak terjangkau penis saat bersenggama), maka hukumnya najis dan menyebabkan batalnya wudlu.
- Bila keluar dari liang farji (anggota farji yang tidak wajib dibasuh ketika istinja’ (bersuci dari hadats) dan masih terjangkau penis saat bersenggama), maka hukumnya suci menurut sebagian ulama.
- Bila keluar dari luar liang farji (anggota farji yang tampak ketika jongkok), maka hukumnya suci.
Dengan demikian, karena keputihan dan cairan yang keluar dari farji bukan
darah haidl, maka tidak mewajibkan mandi. Namun bila cairan tersebut
dihukumi najis (keluar dari dalam tubuh), maka harus disucikan saat mau
wudlu dan sholat. Dan jika terus menerus keluar, maka hukumnya seperti
istihadloh dan tata cara bersuci serta ibadahnya akan dijelaskan pada
keterangan berikut.
E. Tata Cara Sholat, Bersuci Bagi Mustahadloh Dan Perempuan Yang Mengalami Keputihan Atau Keluar Cairan.
Hukumnya orang istihadloh tidak sama dengan orang haid/nifas, sebab
istihadloh
adalah termasuk hadats kecil yang terus menerus, sehingga dia tetap
berkewajiban sholat, puasa Ramadhan dan lain-lain, tidak haram membaca
Al-Qur’an, hubungan intim dengan suami dan lain-lain.
Karena orang istihadloh atau beser kencing/ madzi terus-menerus
mengeluarkan hadats kecil dan najis, maka jika hendak sholat maka harus
mengikuti aturan-aturan sebagai berikut:
- Terlebih dahulu wajib membersihkan farjinya lalu disumbat dengan kapas atau kain sekiranya tidak sakit sampai darah tidak keluar. Dan bila sedang puasa maka tidak boleh menyumbat sampai anggota dalam karena dapat membatalkan puasanya, namun cukup dibalut hingga darah, madzi atau kencing tidak bisa keluar
- Kemudian wudlu dengan niat agar diperbolehkan melaksanakan sholat dan tidak boleh niat untuk menghilangkan hadats/najis. Sebab dia orang yang terus menerus najis dan hadats.
Adapun niatnya boleh sebagai berikut :
نَوَيْتُ فَرْضَ الْوُضُوْءِ لاِسْتِبَاحَة الصَّلاَةِ لِلَّهِ
تَعَالَى
Nawaitu Fardhal Wudhu’i lis tibaahatis sholati lillahi ta’ala
Artinya; Aku niat fardlunya wudlu untuk diperbolehkannya shalat karena
Allah Ta’ala.
Niat wudlu ini hanya berlaku untuk melaksanakan satu shalat fardlu saja
atau beberapa shalat sunnah.
- Segera melaksanakan sholat. Hanya saja ia boleh menundanya karena untuk melakukan hal-hal yang terkait dengan kemaslahatan sholat seperti menutup aurat, menjawab adzan, menanti jamaah dan lain-lain.
Semua hal di atas, mulai dari kewajiban membersihkan farji hingga sholat,
wajib dilakukan dengan terus menerus dan setelah masuknya waktu sholat.
Jika salah satunya tidak terpenuhi maka harus diulangi dari awal.
Tata cara di atas harus dilakukan setiap akan melaksanakan sholat,
sehingga satu rangkaian thoharoh tersebut tidak boleh digunakan untuk dua
sholat kecuali sholat sunah, maka boleh berulang-ulang.
Demikianlah hal-hal yang berkaitan dengan keputihan dan getah farji yang
dirasa perlu kita pahami. Mudah-mudahan bermanfaat.
Wallahu A'lam bish Showab
By : Al Hikmah Tegal
