A. Pengertian Riya'
Secara bahasa, riya' adalah memperlihatkan kepada orang lain sesuatu yang berbeda dengan yang ada padanya.
B. Perintah Ikhlash dalam setiap amal perbuatan
Allah telah mensyariatkan beberapa ibadah pada para hamba-Nya, seperti sholat, puasa, haji dan umrah, dan juga telah menetapkan dasar amal/ perbuatan dan ibadah adalah ikhlash dan memurnikan niat hanya karena Allah semata, serta tidak adanya maksud untuk saling menampakkan dan bermegah-megahan di antara manusia.
Ikhlash merupakan syarat sah dan syarat diterimanya amal/ perbuatan di sisi Allah, sebagaimana hal ini ditegaskan dalam firman-Nya :
Artinya :
Hubungan amal dengan niat sangatlah erat sekali, karena manusia akan di hisab kelak pada hari kiamat sesuai niat masing-masing. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi :
C. Beberapa contoh amal riya' yang samar
- Melakukan amal untuk Allah tapi masih dibarengi dengan tujuan-tujuan lain.
Contoh perbuatan yang didorong kepentingan ukhrowi dan duniawi. Misalnya, seseorang punya kepentingan dengan pembesar. Kebetulan pembesar tersebut melakukan sholat jamaah di suatu masjid pada barisan terdepan. Orang itupun melakukan jamaah di masjid yang sama dan pada barisan terdepan. Niatnya, selain untuk memenuhi kewajiban, juga agar kepentingannya dengan pembesar tersebut bisa tercapai. Jelas, niat ibadahnya bukan sekedar untuk Allah; melainkan masih ada tujuan-tujuan lain, bahkan tujuan lain yang bersifat duniawi justru tampak lebih dominan.
Karena itu, para ulama menyatakan, mentauhidkan (memurnikan) niat adalah wajib, agar manusia tidak terpengaruh; bisa menyatukan pikiran dan hatinya hanya untuk berhubungan kepada Allah.
- Orang yang melakukan ibadah agar bisa dekat kepada Allah.
- Orang yang mengaku punya kedudukan tertentu disisi Tuhan, padahal ia sebenarnya belum mencapai derajat itu. Atau, telah mencapai derajat yang dikatakan itu, namun belum boleh diberitahukan.
- Merasa senang bila amalnya bisa dilihat orang.
Persoalan ini jarang disadari dan dimengerti oleh manusia. Karena itu, para ulama mewajibkan seseorang untuk senantiasa merahasiakan amal perbuatan baiknya, sehingga ia kuat dan siap untuk melakukan perbuatan dengan ikhlas.
Terkadang memang ada seseorang yang melakukan perbuatan tertentu sehingga dia dipuji masyarakat; dan dia tidak menghendaki pujian itu. Dengan itu, ia mengira bahwa dirinya sudah termasuk orang yang ikhlas. Maka, hal inipun termasuk juga riya'.
Atau, ada orang yang menolak pemberian demi menjaga kehormatan dirinya. Dia kemudian dipuji masyarakat. Ia sendiri tidak menghendaki pujian itu, tetapi kemudian memperhatikannya. Maka perbuatan inipun kembali kepada riya', walau pada asalnya tidak ada maksud demikian.
- Meninggalkan amal ibadah karena manusia.
Maksudnya, orang yang hendak melakukan ibadah kemudian diurungkan karena khawatir --pujian-- manusia, maka itu termasuk riya. Sebab, ia berarti telah meninggalkan sesuatu karena manusia; bukan karena Allah. Akan tetapi, bila meninggalkan ibadah tersebut untuk kemudian melakukannya di tempat yang sepi --agar tidak diketahui orang-- maka itu adalah lebih baik. Namun, untuk ibadah-ibadah wajib, atau bila orang yang bersangkutan termasuk pembesar atau pemuka masyarakat yang selalu diikuti, maka hal itu lebih baik dilakukan secara terang-terangan.
- Menceritakan kebaikan-kebaikan dimasa lalu, tanpa ada maksud-maksud tertentu yang bisa dibenarkan menurut agama.
Ali al-Khowash menyatakan, jangan sampai seseorang mengungkit-ungkit kembali atau menceritakan amal baik yang pernah dilakukan. Sebab, hal itu sama artinya dengan riya. Ia bisa melebur pahala amalnya yang telah lalu. Namun, kesalahan ini bisa dipulihkan; dengan taubat. Bila seseorang bertaubat dengan benar dan sungguh-sungguh, maka amal yang telah dilakukan akan kembali menjadi amal yang sah, dengan kehendak Allah.
- Menghentikan senda gurau yang diperbolehkan agama, karena munculnya orang yang disegani.
Fudail ibn Iyadh berkata, "Seandainya dikabarkan padaku bahwa seorang pemimpin tinggi akan datang, kemudian aku merapikan rambut dan jenggotku, sungguh aku takut bahwa hal itu akan menyebabkan aku ditulis sebagai orang yang munafiq".
Karena itu, hendaknya seseorang tidak menghentikan senda-guraunya yang diperbolehkan agama hanya karena masuknya orang yang disegani, kecuali dengan niat baik.
Sungguh, terbukanya rahasia seseorang ditangan pemimpin atau orang yang disegani adalah lebih baik daripada berlaku munafiq.
- Melebih-lebihkan sikap sopan dan tawadhu di depan pembesar.
Ali Al-Khowash berkata, "Bila seorang pemimpin datang dan kalian sedang bertasbih, maka jangan kamu teruskan bacaan tasbihmu kecuali dengan niat baik. Hati-hatilah, jangan bersenda gurau melupakan Allah, tetapi buru-buru membaca tasbih begitu seseorang yang disegani muncul. Tanpa didasari niat baik, maka perbuatan seperti itu justru akan menghancurkan semua amal perbuatan".
Demikian diantara contoh-contoh amal riya' yang samar. Karena samar, maka banyak yang tidak terselamatkan darinya. Membacanya saja terasa berat, terlebih penerapannya dalam kehidupan keseharian kita. Setidaknya tulisan ini diharapkan menjadi rambu-rambu untuk kita agar lebih berhati-hati dalam beramal jangan sampai terulang adanya besitan hati dan lintasan pikiran yang tidak tertuju kepada Allah.
Mudah-mudahan Allah selalu memberikan kekuatan iman kepada kita semua sehingga kita mampu memurnikan niat dalam beramal hanya khusus Allah semata.